A. Definisi K3
Keselamatan dan Kesehatan Kerja didefinisikan sebagai suatu usaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi pekerja, menjaga agar tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kerugian korban jiwa, proses dan aset serta lingkungan perusahaan.
Dasar K3 adalah pemahaman yang mendasar tentang aspek K3 secara keseluruhan.
B. Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Masalah K3 sama tuanya dengan kehidupan manusia, dimana keselamatan kerja dimulai sejak manusia membutuhkan pekerjaan.
Satu catatan kuno tentang keselamatan bangunan dimulai sejak abad 17 SM dimana raja Hamurabi dari kerajaan Babilonia membuat dan mengatur undang-undang di negaranya tentang ahli bangunan yang ceroboh dan mendatangkan musibah celaka bagi pemilik bangunan.
Lima abad kemudian peraturan tersebut berkembang pada masa raja mozai dimana peraturan diperjelas dengan memberikan tanggung jawab kepada ahli bangunan untuk memberikan perlindungan bagi pekerjanya. Tapi semua usaha tersebut baru bersifat perorangan dan tidak terorganisis.
C. Terbentuknya Badan K3
Kecelakaan dalam industri pada awalnya terjadi secara besar-besaran ketika revolusi industri dimulai, dan berkembang pesat di eropa. Pada saat itu dampak revolusi industri membawa kondisi buruk bagi pekerja. Kondisi buruk tersebut antara lain:
1. Penggunaan tenaga anak di bawah umur dengan jam kerja terlalu lama sekitar 14 sampai 15 jam.
2. Kecelakaan kerja akibat perkembangan tehnologi industri Eropa.
3. Kesejahteraan kaum wanita dan anak-anak terlantar, dll.
4. Gerakan perbaikan kemanusiaan dari hasil revolusi industri adalah masalah pengurangan jam kerja, perlindungan kesehatan bagi anak-anak dan kemudian meluas secara umum menjadi pencegahan kecelakaan kerja.
5. Usaha ini selanjutnya berkembang tahun demi tahun sampai terbentuknya undang-undang keselamatan kerja yang disusun disemua Negara dengan International Labor Organization (ILO) sebagai lembaga dunianya.
D. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan, tidak terkontrol dan mendatangkan penderitaan bagi orang yang mengalaminya ( UU )
Bagaimana Kecelakaan Terjadi
Kecelakaan terjadi didasari oleh 3 faktor, yaitu:
1. Lingkungan Kerja. Lingkungan kerja memiliki kontribusi yang cukup besar bagi terjadinya kecelakaan. Kegagalan dalam mengelola faktor lingkungan kerja akan mengakibatkan timbulnya permasalahan K3 di area kerja. Beberapa faktor lingkungan kerja yang perlu diperhatikan adalah :
· Lingkungan kerja fisik; seperti suhu, debu, radiasi, panas, dingin, hujan, dll.
· Lingkungan kerja kimia; seperti bahaya paparan kimia yang mudah terbakar, mudah meledak, beracun, korosif, radiatif, radioaktif, dll.
· Lingkungan kerja biologi; seperti bahaya virus, bakteri, kuman, tikus, anjing, dll.
2. Pekerja. Faktor kedua yang berkontribusi pada timbulnya kecelakaan adalah faktor pekerja. Faktor ini terdiri atas permasalahan yang menyangkut atas kemampuan pribadi pekerja, seperti:
· Pengetahuan; sejauh mana tingkat pengetahuan pekerja terhadap pekerjaan yang dikerjakan, apakah cukup mampu atau tidak.
· Sikap; bagaimana pekerja melakukan pekerjaannya. Apakah menyenangkan baginya atau tidak.
· Motivasi:bagaimana latar belakang pekerja terhadap pekerjaannya, apakah menyenangkan atau tidak, malas, tidak serius dan sebagainya.
· Manajemen Konflik; seberapa baik kemampuan pekerja dalam mengelola emosi atau konflik diantara sesama pekerja.
3. Alat kerja. Lebih banyak terfokus pada masalah ergonomik yaitu tentang kesesuaian alat kerja dengan pekerja yang menggunakannya.
E. Kondisi dan Perilaku Tidak Aman
Dalam melakukan pekerjaan seorang pekerja dibutuhkan untuk memperhatikan aspek keselamatan kerja secara terus menerus.
Kegagalan dari pengamatan terhadap kondisi keselamatan yang ada dilapangan kerja akan berakibat pada munculnya kecelakaan kerja.
Ada dua aspek yang melatar belakangi munculnya keadaan bahaya:
1. Kondisi tidak aman; yaitu suatu keadaan tidak aman yang disebabkan oleh hal-hal yang sifatnya teknologis, mekanis atau fisik. Sebagai contoh:ketika seorang pekerja membiarkan tumpahan minyak / genangan minyak di area kerja dan tidak punya inisiatif untuk membersihkannya, maka keadaan itu menjadi kondisi yang tidak aman.
2. Perilaku tidak aman; yaitu suatu keadaan tidak aman yang disebabkan oleh tindakan atau sikap tidaka aman. Sebagai contoh yang ada sebelumnya; sikap pekerja yang tidak mau membersihkan genangan minyak menunjukkan bahwa dia melakukan perilaku yang tidak aman (ceroboh dan masa bodoh).
Beberapa aspek yang mendorong terbentuknya perilaku tidak aman adalah :
· Waktu dan Keselamatan
· Upaya dan keselamatan
· Penerimaan Kelompok
Hasil penelitian yang dilakukan ILO menunjukkan bahwa perbandingan munculnya keadaan kondisi yang tidak aman dan perilaku tidak aman adalah :
88 : 10 : 1 dimana, 88 adalah kondisi yang tidak aman 10 adalah perilaku yang tidak aman 1 adalah keadaan yang diartikan tidak dapat dihindari (takdir).
Sekarang keadaan tersebut sudah mengalami perubahan dengan berkembangnya kemampuan analisa dalam bidang keselamatan kerja. Perbandingan yang ada berubah menjadi 50:50, dimana, 50 untuk kondisi yang tidak aman dan, 50 untuk perilaku yang tidak aman.
Faktor takdir tidak diikutsertakan lagi karena keadaan yang tidak aman yang disebabkan oleh takdir cenderung terbentuk oleh perilaku tidak aman yang yang tidak disadari.
Hal lain yang juga penting dari terjadinya sebuah keadaan tidak aman adalah disebabkan oleh beberapa aspek, seperti:
1. Perubahan Profesi; untuk negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, penempatan tenaga kerja cenderung tidak terfokus. Seorang lulusan sarjana hukum tidak harus bekerja dalam bidang hukum. Seorang mantan pekerja di sebuah pabrik sepatu bisa bekerja di industri minyak dll. Kondisi ini memungkinkan perubahan profesi menjadi sebab munculnya keadaan tidak aman, karena tidak disertai dengan penambahan keahlian (skill) ditempat baru yang akan dimasuki.
2. Perubahan lingkungan kerja; Seperti contoh sebelumnya, pergeseran profesi mengakibatkan berubahnya lingkungan kerja yang ada (Perubahan lingkungan kerja muncul setelah terjadi perubahan profesi). Makin tinggi perbedaan lingkungan kerja, akan semakin besar potensi bahaya yang akan timbul.
3. Perubahan alat kerja; Perubahan profesi dan perubahan lingkungan kerja akan berdampak pada perubahan peralatan kerja yang digunakan. Perubahan alat tersebut secara langsung akan mengakibatkan tingginya tingkat potensi bahaya yang akan dihadapi pekerja.
F. Psikologi K3
Setiap pekerjaan akan mengundang reaksi psikologis terhadap pekerjanya. Reaksi tersebut dapat bernuansa positif (senang, bergairah, sejahtera) atau negatif (bosan, benci, acuh tak acuh). Kedua reaksi tersebut memiliki kontribusi dalam peningkatan motivasi yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas kerja dan meningkatkan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Teori Psikoanalisa
Secara naluri dasar manusia selalu mencari segala sesuatu yang dapat memuaskan kebutuhannya. Kalau haus, akan ada usaha untuk mencari air, kalau lapar akan ada usaha mencari makanan, kalau kepanasan akan berusaha mencari tempat yang teduh atau berkipas dll.
Dalam proses pencarian tersebut bisa saja manusia akan terbentur / terhambat sehingga akan terjadi dua langkah berikut :
a. Mengingat kembali pengalaman yang lalu dimana dia pernah memuaskan kebutuhannya dengan berbagai cara, atau
b. Menunjukkan reaksi positif inovatif atau rekasi negatif (marah, mengumpat, menangis dll). Sebagai catatan : pada sebagian besar karyawan selalu mendahului reaksi positif inovatif dengan reaksi negatif (mengumpat, jengkel dll).
Hal yang paling membantu untuk menghindari timbulnya reaksi negatif tersebut adalah dengan menyediakan kondisi yang “siap pakai” (“ready acces “) seperti :
· Pengarahan tugas yang jelas
· Uraian jabatan yang jelas
· Penyediaan peralatan kerja yang memadai
· Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman
· Arahan dan dukungan kerja yang sesuai kondisi
Dalam teori ini bila majikan menginginkan karyawannya inovatif, mereka harus dilengkapi dengan sarana mental dan fisik.
Comments